Jabiru Bermimpi Mengangkasa
Produk Inovasi SMK
Kepak sayap burung bangau dari Amerika Tengah, Jabiru, menjadi inspirasi guru dan murid SMK 29 Jakarta untuk merakit pesawat. Produk rakitan pesawat eksperimental keluaran ketiga dari sekolah ini diberi nama Jabiru J430. Mampukah pesawat ini melanglang buana menembus pasar dunia hingga ke negeri asal si leher bengkak Jabiru?
Kepala Sekolah SMK 29 Jakarta Dedi Witagama tak berharap muluk-muluk atas kemampuan anak didiknya. “Misi kami dalam proyek perakitan Jabiru agar anak didik kita bisa aplikatif dan percaya diri,” kata Dedi. Dia sepenuhnya sadar produk ini masih susah untuk dipasarkan ke masyarakat umum karena harganya tak murah, lebih dari Rp 1 miliar.
Saat ini, kata Dedi, anak didiknya masih dalam tahap merakit pesawat. Komponen rakitan itu terdiri atas mesin tunggal dengan piston enam silinder. Komponen pesawat seluruhnya didatangkan dari Australia karena belum mampu memproduksi mesin sendiri. Pesawat dengan panjang delapan meter dan lebar bentang sayap 10 meter ini berkapasitas empat tempat duduk. Salah satu hambatan utama proyek ini, kata Dedi, memang terkait ketersediaan instrumen.
Jabiru J430 yang dirakit anak-anak SMK ini tetap menggunakan rancangan berbasis teknologi terkini. Dari segi material, misalnya, badan pesawat dibangun menggunakan bahan komposit, yang mayoritasnya nonlogam. Komposisi material ini seperti diterapkan pada pesawat komersial.
Meski mendapat bantuan biaya dari Direktorat Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jelas Dedi, pihaknya masih harus mengupayakan izin pengadaan komponen. Beruntung, jejaring penghobi olahraga dirgantara serta Federasi Aerosport Seluruh Indonesia (FASI) turut membantu. “Birokrasinya sangat sulit,” kata Dedi.
Setelah segala kebutuhan berhasil terkumpul, SMK 29 membentuk tim perakit. Siswa kelas dua dan kelas tiga direkrut dari jurusan Air Frame dan Power Plant serta Electrical Aviation. Mereka dipilih berdasarkan prestasi dan keaktifan saat materi praktik di kelas.
Selama tiga bulan berproses, tim rakit yang personelnya berganti tiap sesi mendapat pendampingan dari instruktur maskapai penerbangan Garuda Indonesia Airways, Lion Air, TNI Angkatan Udara AU, dan FASI. Dedi ingin anak didiknya bisa mereparasi pesawat terbang, karena bekerja langsung tak sama dengan teori. “Kalau karya anak SMK ini bisa terbang, itu luar biasa,” ujar salah satu instruktur ahli Jabiru J430, Sugeng Sukarsono.
Sugeng ingin berbagi pengalaman berharga di lapangan sebagai bekal murid SMK 29 seusai lulus. Tahap selanjutnya, siswa bisa memodifikasi pesawat terbang. Jika dua kemampuan tadi dimiliki anak didiknya, Sugeng yakin keahlian mereka sangat dibutuhkan dunia penerbangan komersial. Apalagi, harga instrumen pesawat miliaran rupiah.
Sugeng menjelaskan, bukan sekadar mengasah keterampilan anak didik, tapi juga tiap sesi tim yang beranggotakan 14 orang siswa ini dipoles pola pikirnya. Mereka ditantang untuk disiplin memenuhi tenggat waktu penyelesaian rakitan. “Di sini, kita budayakan berkarya, bukan menjadi kuli untuk melanjutkan karya orang lain,” ujar Sugeng. Proyek Jabiru sebelumnya menjadi pemacu semangat siswa. Pesawat yang memiliki bobot sekitar 200 kilogram ini diklaim mampu terbang hingga Pulau Bali dan Malaysia.
Siswa kelas 3 Jurusan Airframe dan Powerplant, Annisa Dyan Angesti, berharap pengalaman merakit pesawat ini bisa membantunya menapaki dunia kerja. Langkah ini sebagai pengenalan awal baginya maupun tim rakit Jabiru untuk mencintai dunia kedirgantaraan.
Desi Lestari, kru rakit Jabiru, juga berpikiran serupa. Ada sensasi tersendiri saat dia mengutak-atik mesin pesawat. Kepintaran di kelas tak berarti baginya saat harus memastikan presisi sayap pesawat yang harus dipasang. Kendalanya, ungkap Desi, justru saat mempelajari buku petunjuk perakitan dalam bahasa Inggris.
Dedi berharap, momentum ini melecut prestasi sekitar 800 siswa lain. Meski pesawat baru akan dirilis medio Februari 2012, saat ini SMK 29 telah meneken nota kesepahaman dengan Garuda Indonesia Airways dan Lion Air untuk kebutuhan tenaga kerja dan sertifikasi keahlian teknisi pesawat.
Begitu pula ada nota kesepahaman yang ditandatangani bersama TNI AU. Setelah lulus, para siswa yang memenuhi persyaratan dapat langsung bekerja di dua maskapai penerbangan itu. Mereka nantinya dapat bekerja sebagai tenaga maintenance hingga pilot.
Tak hanya SMK 29 Jakarta yang merakit Jabiru. Siswa SMKN 12 Kota Bandung, Jawa Barat, juga menunjukkan kreativitasnya dalam merakit pesawat asal Australia ini. Bahkan, perakitan pesawat sudah tuntas pertengahan tahun lalu. Perakitan baru berjalan Februari 2011 dan selesai Juni 2011.
Ide perakitan pesawat datang dari pihak sekolah. Kompetensi SMK ini memang teknologi udara. “Kami di bidang penerbangan, wajar bisa merakit pesawat,” ujar Kepala SMKN 12 Bandung, Edy Purwanto. Pembuatan Jabiru dilakukan tim khusus beranggotakan sejumlah siswa kelas XI dan XII.
Di SMKN 12 Bandung, perakitan Jabiru sebagian menggunakan bahan lokal Bandung, di samping komponen utama dari Australia. Total biaya untuk pembelian komponen mencapai Rp 1 miliar. Bahan bakar untuk Jabiru, standarnya adalah avtur seperti pesawat umumnya.
Kelebihannya, Jabiru tidak hanya bisa menggunakan itu. “Bisa dikonversikan dengan Pertamax Plus,” ujar Wakasek Bidang Sarana-Prasarana SMKN 12 Bandung, Hardani. Kok bisa? Prinsip bahan bakar mesin pesawat hanya mensyaratkan bahan bakar beroktan minimal 95. Atas kemudahan mendapatkan bahan bakar, membuat Jabiru sangat ideal dimiliki perorangan.
Ketua Tim Perakitan Tedi Rosadi yakin secara teknis pesawat bisa terbang.
Ketua Tim Perakitan Tedi Rosadi yakin secara teknis pesawat bisa terbang.
Semua alat kontrol berfungsi baik saat mesin menyala. Keamanan pun sudah masuk dalam standar penggarapan pesawat. Bahkan, Jabiru tetap bisa melayang di udara meski mesinnya mendadak mati. Kemampuan ini melekat pada pesawat itu karena aspek rasio dan bahan komposit yang ringan.
Jabiru idealnya mengangkut empat penumpang, dengan beban maksimal 700 kilogram. Dengan kapasitas mesin 3.000 cc, pesawat dirancang untuk terbang 400-500 kilometer tanpa henti. Jarak sekali terbang ini setara rute penerbangan Bandung-Yogyakarta atau perjalanan pulang pergi Bandung-Pangandaran.
Jabiru mengadopsi rancangan J430 yang desainnya sebagai pesawat olahraga. Tapi, Hardani berpendapat, pesawat ini juga cocok untuk perkebunan. Misalnya, untuk membasmi hama atau menebar pupuk di perkebunan sawit.
“(Apalagi) bisa didaratkan pada landasan pendek 500 meter,” ujar Hardani. Hardani yakin Jabiru bakal menarik minat pelaku bisnis di perkotaan. Perjalanan pendek antarkota bisa ditempuh tanpa harus melalui simpul kemacetan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar